bg top image

Persepsi kaum muda urban tentang energi terbarukan

Penelitian kualitatif dan kuantitatif tentang persepsi Gen-Z dan generasi millennial terhadap energi terbarukan.

Penelitian ini dilaksanakan oleh Communication for Change (C4C) dengan dukungan finansial dari Tara Climate Foundation. Tujuannya adalah menggali persepsi masyarakat urban Indonesia berusia 15 hingga 39 tahun (Gen-Z dan Millenial) mengenai energi terbarukan. Kedua kelompok usia tersebut dipilih karena mewakili porsi terbesar dari  pemilih untuk Pemilu 2024, sehingga pandangan mereka kami anggap penting bagi politisi dan (calon) pembuat kebijakan. Kami ingin memahami sejauh mana calon pemilih ini dapat mendorong munculnya kebijakan untuk percepatan penerapan energi terbarukan di Indonesia.

Konteks riset menunjukkan adanya tantangan, yaitu masih banyak Gen-Z dan Milenial Urban yang bahkan belum pernah mendengar istilah  energi terbarukan, apalagi paham urgensi transisi energi. Isu energi tidak termasuk isu utama yang menjadi perhatian responden; mereka lebih memprioritaskan ketimpangan pendapatan, kemiskinan, dan kesehatan masyarakat.  

Karena studi ini menunjukkan tingkat pengenalan yang rendah terhadap energi terbarukan dan kelangkaan bahan bakar fosil, maka rekomendasi kami adalah bahwa dukungan terhadap pengembangan energi terbarukan akan meningkat ketika mereka membekali publik, terutama pemilih muda, dengan informasi dasar tentang  energi terbarukan dan gentingnya transisi energi.

Penelitian ini menggabungkan metodologi kualitatif dan kuantitatif. Tahap kualitatif diawali pada Februari 2021 dengan enam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) di Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar, dengan mengelompokkan responden  berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tahap kuantitatif merekrut 1.002 peserta dari 12 kota yang dipilih berdasarkan status kota besar atau keberadaan sumber daya fosil/perkebunan. Pengumpulan data menggunakan pengambilan sampel acak bertingkat (stratified random sampling) dan Kish Grid, beserta wawancara yang menggunakan Computer Aided Personal Interview (CAPI) dan Computer Aided Telephone Interview (CATI).

Penelitian ini menyediakan data penting yang akan membantu mempertajam strategi komunikasi untuk menggalang dukungan publik. Contohnya, juru kampanye atau aktivis lingkungan dapat memanfaatkan temuan bahwa narasi yang paling menarik dan relevan bagi responden adalah yang mengaitkan energi terbarukan dengan kesehatan dan kualitas udara. Selain itu, riset ini berguna bagi pembuat kebijakan, sebab dukungan publik terhadap energi terbarukan sangat dipengaruhi oleh harapan responden agar harga listriknya lebih rendah dari tagihan saat ini. 

Penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa responden dari rumah tangga berdaya listrik tinggi (di atas 1.300 KwH) menunjukkan minat awal untuk memasang panel surya di rumah mereka, jika manfaat penghematan biaya listrik jangka panjang jelas terjamin. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menyertakan manfaat psikologi-sosial dari adopsi teknologi, selain manfaat ekonomi dan lingkungan hidup, karena pemasangan panel surya sangat terkait dengan norma sosial yang berlaku.

Temuan utama

  • Kurang dari seperempat responden (23%) pernah mendengar istilah “energi terbarukan” sebelum penelitian dilangsungkan. Dari kelompok tersebut, 65% memahami energi terbarukan hanya sebagai “energi yang datang dari alam”.
  • Pengetahuan awal responden tentang sumber energi yang mereka gunakan sekarang tidak konsisten. 
    • Banyak responden mempercayai anggapan salah bahwa listrik yang mereka gunakan sehari-hari berasal dari sumber yang berkelanjutan seperti sinar matahari, angin, atau air. Di saat yang sama, 76% responden secara akurat menyatakan bahwa batu bara merupakan sumber energi utama dari tenaga listrik di Indonesia.
    • Keyakinan luas bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam kami duga berkontribusi pada pandangan responden bahwa mereka tidak perlu khawatir tentang ketahanan energi. Akan tetapi, sebagian besar (77%) juga menjawab bahwa mereka tahu Indonesia mengimpor minyak bumi.
  • Tidak ada kesadaran akan gentingnya isu energi terbarukan di kalangan responden.
    • Energi terbarukan tidak menempati peringkat tinggi dalam isu-isu yang menjadi perhatian responden. Isu-isu seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan kesehatan masyarakat menjadi prioritas, sementara lingkungan hidup menempati peringkat keempat (35%) dan ketersediaan listrik/bahan bakar berada di peringkat keenam (24%) dalam hal dampak harian yang dirasakan.
    • 50% responden juga tidak menyadari bahwa energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara suatu saat akan habis.
  • Ketika responden diberikan informasi dasar (misalnya, tentang kelangkaan bahan bakar fosil dan kemampuan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik yang andal dan terjangkau), mereka cenderung mendukung pengembangan sumber daya energi terbarukan. 
  • Mayoritas responden (74%) setuju bahwa penggunaan minyak dan batu bara merusak alam dan berdampak negatif pada kesehatan (68%). Persepsi ini konsisten di semua kelompok Status Sosial-Ekonomi (SSE).
  • Studi kualitatif juga menunjukkan bahwa penjelasan sederhana tentang energi terbarukan memicu sentimen positif pada responden, seperti harapan dan ketenangan pikiran.
  • Narasi yang mengaitkan energi terbarukan dengan kesehatan dan kualitas udara adalah yang paling menarik dan relevan bagi responden, mengingat pengalaman langsung mereka dengan polusi.
  • Harga  menjadi salah satu faktor penentu yang dapat membuat publik tertarik untuk mengadopsi energi terbarukan.
    • Mayoritas responden mengharapkan energi terbarukan memiliki harga yang terjangkau (83%)  dan mudah diakses (84%).
    • Responden mensyaratkan bahwa harga maksimum listrik dari energi terbarukan harus lebih rendah dari tagihan listrik mereka saat ini. Untuk kelompok konsumsi tertinggi (>1300 KwH), rata-rata tagihan saat ini adalah Rp400.000, sedangkan rata-rata kesediaan membayar untuk energi terbarukan adalah Rp350.000.
  • Ada dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah, dengan 74% setuju/sangat setuju bahwa pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk memanfaatkan energi terbarukan.
  • Mayoritas (86%) lebih memilih menggunakan teknologi elektronik rumah tangga yang hemat energi daripada mengeksplorasi sumber energi baru (seperti bahan bakar hayati/biofuel) sebagai cara untuk menghemat energi.
  • Responden dari rumah tangga berdaya listrik di atas 1.300 KwH lebih bersedia memasang panel surya atap, apabila hal itu bisa menghemat biaya listrik mereka dalam jangka panjang.  Responden berharap bahwa panel surya akan menghemat biaya listrik mereka hingga 40% dari penggunaan listrik bulanan mereka. 
  • Akan tetapi, lebih dari 70% responden dengan daya listrik kurang dari 900 dan 900-1.300 KwH belum bersedia memasang panel surya.

Tabel & grafik

Tabel dan grafik hasil penelitian ini akan tersedia pada pembaruan situs selanjutnya.

Kutip artikel ini

Jika ingin mengutip artikel, silahkan gunakan kutipan dibawah ini:

Bahana (2025) - “Persepsi kaum muda urban tentang energi terbarukan” Published online at https://labnarasi.id. Retrieved from: https://labnarasi.id/topik/persepsi-kaum-muda-urban-tentang-energi-terbarukan-3/ [Online Resource]
BibTeX citation
@article{persepsi-kaum-muda-urban-tentang-energi-terbarukan-3,. author = {Bahana},. title = {Persepsi kaum muda urban tentang energi terbarukan},. journal = {Energi terbarukan},. year = {2025},. note = {https://labnarasi.id/topik/persepsi-kaum-muda-urban-tentang-energi-terbarukan-3/}.}